Alarm
Kehidupan
“Bagi saya, covid-19 bukanlah
tantangan, melainkan peringatan dari Allah SWT untuk manusia, agar kembali
kepada tatanannya,” ungkap K.H. Khayatul Makky. Beliau sama sekali tak
menganggap bahwa wabah tersebut adalah tantangan. Justru baginya, bisa menjadikan
manusia lebih ingat pada kematian yang bisa datang kapanpun, dan tentunya lebih
ingat kepada Allah SWT.
Pandemi yang memakan korban di berbagai
belahan dunia ini, sebenanya telah mengajarkan kita tentang kebesaran Allah SWT,
bahwa tidak ada yang mustahil. Makhluk super kecil yang tak bisa dipandang
dengan mata telanjang pun bisa dengan mudah menjadi jalan kematian bagi
manusia. Dan bagi mereka yang diberi anugerah untuk berfikir positif, maka akan
menyikapinya dengan positif pula. Seperti dengan menjaga kebersihan, kesehatan,
keimanan, tawakal, serta mematuhi aturan dan protokol kesehatan yang telah
ditetapkan, bukannya malah membuat kegaduhan. Dengan begitu, manusia paham
dengan batasan-batasan yang seharusnya dimiliki. Setidaknya dengan bertindak
secukupnya saja, untuk hal-hal yang memang perlu dan dibutuhkan. Karena
terkadang seseorang lebih kerap terlena dengan fasilitas dan keadaan, bukannya
bersyukur dan mencari ibrah dari apa yang terjadi, sampai-sampai membuatnya tidak
mau memenuhi kewajiban dengan hanya menuntut hak. Seperti contoh kecil, hal
yang sering terjadi pada para siswa siswi yang kerap mendamba liburnya sekolah.
Ternyata setelah diliburkan, mereka mengaku ingin sekolah seperti biasa. Jadi,
itulah letak kelemahan syukur yang dimiliki oleh manusia. Untuk itu, disinilah
agama harus ikut berperan dalam mengingatkan umatnya, agar dapat bertindak
dengan semestinya dan mengambil hikmah dari semua ini.
Contoh lainnya dari tindakan
yang sebenarnya tak baik, tapi sekarang ini sering terjadi bahkan malah
membudaya adalah malas-malasan. Padahal, malas bukanlah jawaban dari kata gabut
yang kerap diistilahkan. Namun, dengan hanya stay at home dan keadaan yang terbatas, justru seharusnya kita dapat
lebih kreatif. Terutama mereka yang berada di bidang-bidang seperti ekonomi,
kesehatan, dan lain sebagainya yang pastinya sangat merasakan dampak covid-19.
Sedangkan pada bidang pendidikan yang memang menjadi momok penting, karena
bidang ini cukup terganggu dengan adanya wabah corona. Dimana, pembelajaran
yang biasa dijalankan dengan tatap muka, tak bisa dilakukan, dan untuk
sementara waktu harus social distancing. Karena dikhawatirkan akan menambah
rantai penularan. Maka otak kreatif berputar dengan sedikit memodifikasi sistem
yang telah berjalan sebelumnya, seperti memanfaatkan layanan zoom meeting, you
tube dan sistem online lainnya. Sehingga, merupakan suatu hal yang wajar,
apabila pada perkembangan teknologi zaman ini, memang menuntut adanya berbagai
hal yang dijalankan secara online. Mulai dari belanja, belajar, bahkan
pemesanan jasa.
Namun seiring berjalannya waktu,
hal tersebut kerap juga disalah gunakan dengan konten- konten yang tidak sesuai.
Sehingga, kita pun harus pintar-pintar dalam memilahnya. Khususnya dalam
pendidikan keagamaan, maka dari itu kita sebagai penikmatnya jangan sampai
langsung menyerapnya dengan mentah. Terutama pada pendidikan agama islam,
dimana membutuh sumber yang jelas dan nasab guru yang harus sampai pada
Rosulullah. Mengapa? Yaitu untuk dapat menghindari konten ‘ustadz instan’. “Lihatlah
profilnya, apakah memiliki nasab guru yang sampai pada Rosululloh atau hanya
mentok pada buku dan google saja,” jelas K.H. Hayat. Sebab, pepatah mengatakan,
“Jika engkau belajar (ilmu akhirat) tanpa guru yang jelas, maka sebenarnya
gurunya adalah syaitan.
Selain memilah dari segi
sumbernya, juga dilihat isi kontennya. Yang jelas, agama Islam selalu
mengajarkan pada kedamaian, bukan kekerasan, serta pada tatanan akhlaqul
karimah agar menjadi insan yang kamil dengan tiga konsep, yaitu iman, islam,
dan ikhsan. Karena Rosululloh pun mengajarkan hal yang sama. (Ai)