Seringkali
kaum hawa kurang tepat dalam menghukumi darah yang keluar darinya, apakah ia
darah haidh atau istihadhoh. Padahal haidh dan istihadhoh memiliki ciri hukum
yang berbeda. Sebagai muslimah yang taat sudah sepantasnya kita lebih
memperhatikan tentang hal ini.
Haidh secara syara’
adalah darah yang keluar dari farji wanita secara alami, pada waktu tertentu
dan bukan karena suatu sebab. Warna darah haidh ada bermacam-macam, keluarnya
disertai rasa panas dan sakit. Batas minimal untuk masa haidh adalah sehari
semalam/24 jam, baik keluar secara terus menerus atau terputus-putus selama 15
hari dan malam. Sedangkan waktu umumnya adalah 6-7 hari dan maksimalnya adalah
15 hari. Jadi apabila darah tersebut keluar pada selain waktu yang ditentukan
maka darah tersebut bukan darah haidh, melainkan darah istihadhoh.
Pengertian darah istihadhoh adalah darah yang keluar dari permukaan rahim
di selain masa haidh dan nifas. Para ulama menggolongkan mustahadhoh1
menjadi tujuh golongan, yakni :
1.
Mubtadiah Mumayyizah
Adalah wanita yang baru pertama kali
mengalami haidh dan bisa membedakan warna darah dan memenuhi syarat-syarat
tamyiiz. Adapun syarat-syarat tamyiiz, yaitu:
Darah yang kuat tidak melebihi dari maksimal masa haidh
Darah yang lemah3 tidak kurang dari 15 hari (jika darahnya bersambung)
Mustahadhoh1 :
Wanita yang mengalami istihadhoh
Darah kuat2 (قوى) : Memiliki warna hitam/merah
pekat yang ada campuran hitamnya
Darah lemah3 (ضعيف) :
Darah yang memiliki warna, bau, dan kental lebih lemah dari darah kuat
Iqrun4 : Darah fasad
bukan darah haid
2.
Mubtadiah Ghairu Mumayyizah
Adalah wanita yang pertama kali mengalami
haidh dan hanya melihat satu warna darah atau lebih tapi tidak memenuhi salah satu
syarat-syarat tamyiiz. Wanita pada golongan ini apabila mengeluarkan darah lebih
dari 15 hari maka haidhnya yaitu sehari semalam dan sucinya adalah 29 hari. Hal
ini karena haidhnya yang yakin adalah sehari semalam dan selebihnya adalah
darah masykuuk (diragukan)
3. Mu’tadah Mumayyizah
Yakni wanita
yang sudah terbiasa haidh sehingga memiliki kebiasaan dan mengetahui kapan dan
berapa lama masa haidhnya. Maka apabila ia mengalami istihadoh, dia bisa
menghukumi tamyiz dan apabila tidak terpenuhi maka dia menghukumi dengan
kebiasaan haidh sebelumya.
4. Mu’tadah
Ghairu Mumayyizah Zdaakirah li Adaatiha Qadran Wa Waqtan
Mu’tadah ini adalah wanita yang bukan mumayyizah dan
mengetahui kebiasaan haidhnya yang terdahulu, maka hukumnya kembali kepada adah
(kebiasaan). Kebiasaan ini ditetapkan dengan kebiasaan haidh dan suci walaupun
hanya sekali. Misal, seseorang kebiasaan haidhnya 6 hari, pada bulan
selanjutnya menjadi 7 hari, dan di bulan
selanjutnya lagi dia mengalami istihadoh, maka hukumnya jika dia bukan
mumayyizah haidhnya adalah 7 hari.
Walaupun haidh yang ke tujuh hari hanya terjadi sekali. Dalam kata lain
jika siklusnya berubah maka ketika dia mengalami istihadoh, kebiasaan siklus
yang diikuti adalah siklus yang terakhir sebelum dia mengalami istihadoh.
5. Mutahayirah
Mutlaqah
Adalah
wanita yang lupa kebiasaan haidhnya, baik kapan datangnya haidh atau kadar
waktunya, atau lupa kapan permulaan siklus haidhnya. Wanita Mutahayirah ini
harus bersikap ihtiyaath, karena semua darah yang keluar kemungkinan haidh juga
istihadoh. Adapun makna ihtiyyath disini adalah dia harus memposisikan diri
seperti wanita yang haidh dalam hal bersenang-senang antara pusar dan lutut,
membaca Al-Qur’an diselain waktu sholat, menyentuh dan membaca mushaf dan berdiam di dalam masjid dan
seperti wanita yang suci dalam hal sholat, thawaf, puasa, thalaq, dan mandi
besar.
6. Mu’taadah
Ghairu Mumayyizah Zaakirah Li’ Aadasiha Qadran Duuna Waqtin
Adalah
wanita yang mengetahui jumlah haidhnya namun lupa kapan datangnya, maka hari-
hari yang diyakini haidh dihukumi haidh, dan hari yang diyakini suci dihukumi
istihadoh, dan pada hari yang diragukan haidh dan sucinya dia harus ihtiyyat
seperti wanita mutahayyirah muthalaqah.
Apabila di hari-hari tersebut ada kemungkinan berhentinya darah pada waktu
tertentu, maka dia wajib mandi pada waktu itu disetiap harinya, jika tidak diketahui
waktu berhentinya maka dia harus mandi setiap kali akan melaksanakan shalat.
7. Mu’tadah
Ghairu Mumayyizah Zakirah Li’ Aadatiha
Waqtan Duuna Qadrin
Wanita
mu’tadah ini hanya mengingat waktu keluarnya haidh dan lupa berapa jumlahnya. Seperti seseorang berkata,
permulaan haidhku adalah hari pertama disetiap
bulan, namun aku tidak tau berapa lama aku haidh, maka hari pertama disetiap
bulan adalah haidh yang yakin, kemudian dia harus mandi setelah itu dan dari ke
2 sampai hari ke 15 berkemungkinan haidh dan suci, maka dia wajib shalat dan
mandi setiap kali akan shalat, dan
setelah 15 hari sampai akhir bulan adalah masa suci yang yakin, maka
cukup berwudhu disetiap kali akan shalat.
Kemudian apabila seorang wanita
mendapati darah berwarna kuning seperti nanah atau keruh antara
kekuning-kuningan dan kehitam-hitaman maka apabila hal ini terjadi saat haidh
atau bersambung dengan waktu haidh sebelum suci maka itu merupakan darah haidh.
Jika terjadi setelah suci maka merupakan darah istihadoh.
Aisyah
radiyallahuanhu berkata :
“janganlah
tergesa-gesa sebelum kamu melihat lendir putih”
Maksudnya adalah cairan putih yang keluar dari rahim pada sehabis masa haidh. Jadi sebagai Muslimah kita harus sangat teliti dalam hal ini ya dears , jangan sampai salah lagi. (windy & auli).
Referensi
: Kitab Risalatul Mahid
Kitab fathul qorib
Kitab Minhajul Qowim
Kitab Minhu At- Tholibin Wa Umaatu Al- Muftiin
Kitab Fathul Al -Wahhab