Banjarnegara – UPT Puskesmas Bawang 1
mengadakan kegiatan sosialisasi kesehatan di Gedung Auditorium Pondok Pesantren
Tanbihul Ghofiliin. Dalam kesempatan ini Ibu Dokter Liana selaku Kepala
Puskesmas Bawang 1, bersama Ibu Ichi, Ibu Nurul dan Ibu Fia mensosialisasikan
seputar TBC kepada seluruh santri Pon-Pes Tanbihul Ghofiliin.
Sebelumnya adanya sosialisasi TBC ini merupakan upaya yang dilakukan dari pemerintah dalam menangani kasus TBC yang ada di Indonesia. Karena untuk saat ini, Negara Indonesia sendiri menempati urutan ke-2 dengan penderita TBC terbanyak di dunia. Maka dari itu, adanya kegiatan ini bertujuan untuk menjaring kemungkinan terjangkitnya virus TBC, serta untuk mencegah penularan dan mengobati virus TBC yang terjadi pada masyarakat khususnya di lingkungan pondok pesantren.
TBC sendiri adalah penyakit yang disebabkan
oleh Micobakterium Tuberkulosis, penyakit ini sangat mudah menular kepada orang lain. Siklus
penularannya bisa melalui batuk, bersin, berbicara sehingga mengeluarkan droplet
(cairan mulut-hidung yang mengandung bibit penyakit) yang bisa menginfeksi
orang lain. Terutama terhadap orang yang daya tahan tubuhnya lemah.
Dalam menjalankan program pemerintah untuk
eliminasi TBC di tahun 2030, penanganan kasus TBC dapat dimulai dari menjaring masyarakat
untuk menemukan pasien yang terjangkit untuk segera di obati, beberapa cara
yang dapat dilakukan yaitu dengan tes mantuk, rontgen dan tes dahak. Dan cara
yang paling mudah untuk screening pada masyarakat adalah melalui tes dahak. Berbagai
upaya penjaringan dilakukan ditempat yang tingkat populasi penduduknya padat
termasuk pondok pesantren.
UPT Puskesmas Bawang 1 selaku yang bertugas
untuk memberikan sosialisasi di Pondok Pesantren Tanbihul Ghofilin juga
memberikan tips untuk mengenali gejala penyakit TBC, serta cara untuk mencegah
serta menanggulangi jika ada santri yang terjangkit virus ini. Gejala TBC
ditandai dengan batuk yang berlangsung lama, demam yang tidak kunjung sembuh,
bahkan batuk berdahak yang sampai mengeluarkan darah dan juga sesak nafas. Yang
berbahaya dari virus TBC ini adalah komplikasi yang ditimbulkan. Jika virus TBC
menempel pada paru-paru maka keluhannya juga akan terjadi di paru-paru, jika
virusnya menempel di tulang maka keluhannya di tulang, jika virusnya menempel
di otak bisa sampai menyebabkan meningitis TBC yang gejalanya itu si
pasien bisa kejang-kejang, koma bahkan sampai kematian. Jadi keluhan dari
penyakit TBC ini tergantung dimana virus tersebut menempel di dalam tubuh.
“Cara untuk mencegah penyakit TBC sebenarnya cukup mudah, dan semua santri pasti bisa menerapkannya. Hal yang paling penting untuk mencegah virus ini adalah dengan selalu menjaga daya tahan tubuh, menjaga kebersihan diri dan juga kebersihan lingkungan. Selain itu untuk menghindari penularan, juga harus menerapkan etika batuk dan juga selalu cuci tangan pakai sabun. Namun apabila ditemukan ada yang terjangkit TBC maka tidak perlu khawatir, karena sebenarnya penyakit ini bisa di obati, dan obatnya pun gratis. Hanya perlu waktu 2 bulan saja untuk pengobatan maka setelah itu penyakit ini sudah tidak menular, selama waktu 2 bulan tersebut pasien TBC harus dipisah dulu sementara dari interaksi dengan orang lain, setelah itu tetap harus melanjutkan minum obat sampai 6 bulan dan tidak boleh sampai terputus.” Ungkap Dokter Liana.
Sosialiasi TBC ini dilakukan sebanyak 2 kali, yang pertama untuk santri putra pada tanggal 09 Mei 2025 dan yang kedua untuk santri putri pada tanggal 16 Mei 2025. Dan rencananya juga akan ada screening TBC untuk seluruh santri dan dewan asatidz yang akan dilaksanakan pada tanggal 19 – 22 Mei 2025.