Sejatinya penyakit yang ada pada diri manusia tidak hanya
terbatas pada penyakit fisik saja. Namun ada juga penyakit yang menyerang pada
jiwa manusia. Penyakit fisik dapat menyebabkan tubuh menjadi lemah, dan
penyakit jiwa dapat membuat akhlak menjadi rusak. Bahkan dapat dikatakan
penyakit yang menyerang pada jiwa manusia ini justru lebih berbahaya karena
tidak terlihat wujudnya.
K.H Hakim Annaisaburi dalam pengajian rutin kitab 'Idhotun Nasyiin pada Jum'at
(09/05/25) di Masjid jami' Tanbihul Ghofiliin menyampaikan, bahwa di jaman sekarang ini hampir kebanyakan masyarakat sudah
mengalami kebobrokan akhlak. Dimana sifat dan akhlak dari diri manusia sudah
sangat menurun. Seperti contoh kecil rasa hormat seorang anak kepada orang
tuanya yang kini mulai pudar. Bahkan sampai ada juga anak yang berani membentak
dan berkata kasar kepada orang tua. Tidak hanya itu penyakit-penyakit lain seperti
takabur, iri, dengki, berbuat kejelekan dan sebagainya seolah adalah hal yang
wajar yang terjadi di kalangan masyarakat pada masa kini. Melihat fenomena yang
seperti itu, beliau mengatakan bahwa semua itu terjadi karena disebabkan dua
hal :
1. Dirinya Tidak mengetahui dirinya terkena penyakit
Kebanyakan manusia yang terkena penyakit akhlak itu tidak
sadar bahwa dirinya sedang terkena penyakit. Berbeda dengan penyakit fisik yang
bisa diketahui terlebih dahulu oleh diri sendiri. Biasanya yang lebih faham
tentang penyakit akhlak itu malah justru dari orang lain.
2. Dirinya mengetahui terkena penyakit namun tidak peduli
Seseorang yang mengetahui dirinya terkena penyakit akhlak
terkadang memang menyadari ada yang bermasalah pada dirinya sendiri, namun
dirinya tidak mau mengobati penyakit itu bisa dikarenakan tidak percaya pada
dokter yang mengobati, ataupun bisa karena dia sudah menormalisasi hal-hal
seperti itu sudah wajar terjadi. Seperti contoh bersikap terlalu friendly
kepada orang tua sehingga berkurang rasa hormat anak dan hilangnya wibawa orang
tua. Lalu kebiasaan anak muda jaman sekarang yang sudah menormalisasi pacaran
dengan yang bukan muhrim dan bahkan menganggap jika tidak pacaran maka tidak
keren dan ketinggalan zaman.
Di dalam kitab 'Idhotun Nasyiin, juga disebutkan bahwa
kebanyakan masyarakat itu menyekolahkan anak-anaknya hanya untuk sekedar
memahami ilmu dunia saja. Mamun jarang sekali, bahkan sedikit sekali yang
menyekolahkan anak-anakya untuk betul-betul memahami ilmu agama.
Melihat fenomena tersebut, Harapan dari Abah Hakim adalah supaya anak-anak santri yang ada di pondok pesantren Tanbihul Ghofiliin ini dapat belajar akhlak dengan baik terlebih dahulu sebelum mempelajari ilmu yang lain. Karena sejatinya adab itu adalah di atas ilmu. Negeri kita Indonesia ini tidak kekurangan orang-orang pintar, namun hanya kekurangan orang-orang benar. Maka dari itu beliau berpesan kepada seluruh santri agar sungguh-sungguh dalam mencari ilmu di pondok pesantren agar dapat menjadi generasi yang berguna untuk nusa, bangsa dan agama.