Ibu
Suprapti, lahir di Purbalingga, 11 April 1979. Anak ke empat dari enam
bersaudara. Ia merupakan putri dari keluarga alm. Bpk Suparji dan ibu
Parmiyah.Yang bertahan lama menempuh
pendidikan di pesantren. Sebenarnya tidak hanya Ibu Suprapti yang pernah
belajar di pesantren, namun adik laki-laki juga pernah mukim, menempuh pendidikan
formal dan non formal bersama, tetapi adiknya hanya bertahan beberapa bulan
karena sering sakit. Di pesantren Ibu Suprapti termasuk santri yang aktif baik
di sekolah maupun di pondok. Ia begitu gigih dan bersemangat dalam menuntut
ilmu sehingga lelah pun tak dirasa. Waktu yang berharga harus dibagi dengan
baik karena yayasan Tanbihul Ghofilin belum menyediakan pendidikan formal
berupa SMP sederajat. Barulah setelah lulus SMP, berdirilah pendidikan formal
SMP sederajat yaitu berdirilah Madrasah Tsanawiyah Tanbihul Ghofilin.
Sayangnya,
setelah lulus ia tidak bisa melanjutkan pendidikannya, dikarenakan ada masalah
yang menghambat dan memaksanya untuk berhenti. Tidak hanya sekolah formal, pada
usianya yang masih terbilang muda, ia juga harus berhenti nyantri. Akhirnya ibu
Suprapti memutuskan untuk boyong. Meski sulit, dengan ikhlas dan tekad untuk
berbakti kepada orang tua, ia berencana untuk membantu perekonomian
keluarganya, mengingat ia masih memiliki 2 adik, dan ia memutuskan merantau. Di
usia 20 tahun ia pulang dan menikah, setelah kurang lebih 4 tahun merantau.
Setelah itu ia menetap di kota perwira bersama keluarga barunya. Dan sejak saat
itu, perjalanan menuju kesuksesan pun dimulai. Setelah menikah ia harus hidup
mandiri bersama suami dalam membangun kehidupan rumah tangga. Baginya tidaklah
mudah untuk membantu perekonomian keluarga barunya. Pantang menyerah dan
percaya dirilah yang menjadi modal untuk bisa menyokong perekonomian
keluarganya.
Dimulai
dari menjual 6 tabung gas yang ia
miliki, mencari pinjaman sampai ke bank, dan setelah uangnya terkumpul iapun
berinisiatif membeli kios untuk berjualan buah. kemudian, Ibu Suprapti mulai
menjalani rutinitas barunya sebagai penjual buah. Ia tetap memprioritaskan
usaha apapun yang hendak ia lakukan, memerlukan kerja keras dan pantang
menyerah, serta ketekunan agar hasilnya baik dan terus meningkat. Seberapapun
hasil yang didapatkan dari usaha, yang terpenting adalah bersyukur, karena itu
merupakan rezeki yang Allah SWT berikan kepada kita. “Diperlukan usaha yang
lebih. Saya ingat dulu ketika di pesantren dan almaghfurlah Mbah Hasan masih
sugeng beliau pernah berpesan, ‘ketika melakukan suatu pekerjaan dan supaya
dimudahkan jalanya, jangan lupa sholat malam dan membaca ya latif 1000 kali”.
Dengan istiqomah, alhamdulilah usaha saya terus berkembang sampai bisa untuk membeli 4 kios lagi”. tuturnya. Selain itu yang paling penting adalah doà dari orang tua yang selalu mengiringi berbagai usaha apapun yang Ibu Suprapti lakukan. Mereka selalu mensuport, memberikan dukungan yang terbaik untuk anak anaknya
Selain memiliki 4 kios Ibu
Suprapti juga memliki bisnis angkot dan sudah memiliki karyawan sendiri. Meski
sibuk mengurus keluarga dan bisnisnya, ia selalu menyempatkan waktu untuk tetap
menuntut ilmu. Salah satunya yaitu dengan aktif di triwulan bersama rekannya
dulu waktu dipesantren dan mengikuti majelis ta`lim ibu- ibu muslimat.
Silaturahim dengan masyayikh pesantren Tanbihul Ghofilin tidak pernah terputus,
karena ia menyadari, dulu sewaktu menuntut ilmu yang terbilang sebentar, dengan
semampunya ia tetap ingin berkhidmah kepada para masyayikhnya. Dan alhamdulilah
sekarang putrinya juga mondok di
pesantren yang dulu pernah ia jejali yaitu di ponpes Tanbihul Ghofilin Bawang.
Katanya itu juga salah satu tujuan untuk bisa terus menyambung silaturahim.
“Ketika kamu di pesantren, jangan
khawatir di masa depan akan seperti apa dan jadi apa, yakin dan mantaplah
kepada Allah dan para masyayikh. Jika kamu diridhoi, insyaallah kamu akan
sukses.” pesan Ibu Suprapti untuk para santri
khususnya di pesantren Tanbihul Ghofilin.