Join Group Whatsapp Member

Seorang Kakek Tua dan Bayangan Amal

Munha
0

chatgpt.com

Di sebuah dusun yang jauh dari keramaian, tinggal seorang lelaki tua. Tubuhnya telah bongkok, wajahnya dipenuhi keriput, dan suaranya lirih seakan hendak hilang bersama angin. Ia tinggal di sebuah rumah kecil di tepi hutan, ditemani hanya oleh seekor kucing tua dan lampu minyak yang mulai rapuh.

Namun bukan kesendiriannya yang membuatnya dikenal oleh orang-orang kampung, melainkan bayangannya.

Bayangan lelaki tua itu tak seperti bayangan manusia pada umumnya. Ia panjangnya tak pernah tetap. Kadang meluas jauh, melengkung hingga ke luar batas pekarangan rumah. Kadang bergetar, kadang berbentuk tak biasa. Orang-orang mulai membicarakannya, sebagian takut, sebagian penasaran.

Pada suatu sore yang redup, seorang pemuda datang mengunjungi lelaki tua itu. Ia dikenal sebagai seorang murid dari pesantren di seberang lembah. Duduklah ia dengan sopan di depan si tua, lalu bertanya dengan hati-hati:

“Wahai kakek yang bijaksana, aku melihat bayanganmu tampak aneh. Kadang tumbuh panjang, kadang meliuk, kadang bahkan tampak seperti membawa beban. Mohon maaf jika pertanyaanku lancang, namun aku ingin tahu—apakah itu bagian dari keajaiban atau suatu rahasia dari Allah?”

Lelaki tua itu tidak segera menjawab. Ia menatap bayangannya sendiri yang tertangkap di tanah, bergetar pelan terkena cahaya matahari yang menembus sela-sela dedaunan.

Kemudian dengan suara pelan dan mata yang basah, ia menjawab:

“Wahai anakku... bayangan ini bukanlah keajaiban. Ia adalah cerminan dari amal-amalku yang selama ini kulakukan tanpa kusadari. Semakin hari, bayangan itu bertambah panjang dan berat... karena amal-amalku pun bertambah—namun bukan amal baik, melainkan amal buruk yang selama ini tersembunyi.”

Pemuda itu tertegun. “Bagaimana mungkin amal buruk bisa tampak dalam bentuk bayangan?”

Lelaki tua itu menunduk dalam, lalu berkata lirih:

“Ketika aku masih muda, aku pernah menjadi seorang pedagang yang tamak. Aku menipu orang dengan timbangan. Aku menunda zakat. Aku banyak berbuat semena-mena pada karyawan-karyawan yang bekerja padaku. Tapi orang-orang memujiku. Mereka mengira aku dermawan... padahal sedekahku hanya untuk pujian. Aku terus beramal, tapi bukan untuk Allah... melainkan untuk dunia. Dan setiap malam aku bermimpi, bayanganku memanjang. Ketika aku bertanya pada seorang alim yang kukunjungi dalam mimpi, ia menjawab: ‘Itulah bayangan amalmu. Ia akan terus tumbuh hingga menenggelamkanmu jika kau tidak bertaubat.’”

Pemuda itu menggigit bibir. Matanya mulai basah.

Lelaki tua itu melanjutkan:

“Sejak saat itu, aku tinggalkan seluruh urusan dunia. Aku hidup sederhana, menangis setiap malam, memohon agar Allah menghapus bekas-bekas dosa itu. Namun setiap aku berjalan dan melihat bayangan yang semakin memanjang, aku tahu... masih banyak yang belum aku bersihkan.”

“Bayangan ini adalah peringatan... bahwa amal buruk tidak pernah benar-benar hilang hanya karena waktu berlalu. Ia tetap hidup, membayangi, hingga kita menghadap-Nya.”

Malam pun jatuh. Angin berdesir, membawa daun-daun kering melintasi kaki mereka. Si pemuda memandangi bayangannya sendiri. Ia tampak lurus dan pendek di bawah rembulan yang naik.

Namun dalam hatinya, ia merasa berat.

“Jangan remehkan satu dosa kecil, karena ia bisa tumbuh diam-diam menjadi bayangan besar yang menghantui hidupmu.”


Diambil dari kitab Jawāhir al-Lu’lū’iyyah karya Syaikh Nawawi al-Bantani.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)