Kami santri, pernah waktu itu keluar beli pupuk untuk garapan padi kami dengan pakaian lusuh ala petani, bedanya pakai sarung juga. Di jalan kami bertemu seseoramg dan ditanya “Kalian nggarap sawahe Pak Kyai ya?” Kami jawab “Nggih Pak”(Iya Pak), lalu dia nyeletuk “Geleman temen dibayar ora” (mau aja, dibayar juga nggak). Kami sontak mejawab dengan tenang “Lho Pak, biaya pelatihan pertanian mahal loh, lah ini kami dapat gratis” tak lupa sambil tersenyum.
Yang namanya
perbudakan itu melakukan sesuatu karena terpaksa, sedangkan kami dengan suka cita, sambil refreshing ke sawah nanti dikirim makanan. Lebih dari itu, selain mendapat ilmu
pertanian, toh hasilnya kembali ke kita lagi. Itung-itung juga timbal balik, mutualisme,
balas budi dengan guru-guru yang telah mengajari kami ilmu dunia dan akhirat, tak lain inilah bentuk khidmah yang bisa kami lakukan. Lagu pula bukannya,
لقد حق ان
يهدى إليه كرامة لتعليم حرف واحد ألف درهم
(sungguh benar-benar berhak diberikan seribu dirham kepada guru untuk kemuliaan karena mengajar satu huruf) kita mampukah untuk satu Al Qur'an yang diajarkan para guru?
Selain itu,
berkhidmah adalah cara kami untuk mendapatkan berkah dan ridho dari guru-guru
kami (kalimat ini mungkin membuat telinga orang-orang yang tidak faham akan risih,
ya kan? hehe… Karena “Memang sulit meyakinkan pada lalat bahwa za’faron lebih
wangi dari sampah").
Jeda dulu
nulisnya, saya mau lanjut adang.
Santri
TanGho