Join Group Whatsapp Member

Terpaksa Jadi Biasa

Tangho's Journalist
0

 

Terpaksa Jadi Biasa

            “Setelah ini kemana arah langkahku?”.


            Ketika kita telah menyelesaikan suatu hal, pasti akan muncul hal baru lainnya. Sehingga seringkalipertanyaan tersebut hinggap dipikiran. Dan saya pernah mengalaminya.

            Dulu ketika masih duduk dibangku SD, saya pernah berkata dengan semangat kepada Mama. “Ma, ngesuk Nisa pengin dadi wanita karir”, (Ma besok Nisa ingin jadi wanita karir). Mama hanya diam. Tapi, diamnya Mama seperti dukungan bagi saya.

            Menginjak kelulusan, seperti kebanyakan anak pada umumnya, saya sudah memilih sekolah favorit. Tapi pada suatu malam, entah angin dari mana Bapak bilang “Nis, ngesuk Ahad Kliwon mangkat pondok Mantrianom, Lanjutna sekolah kana”, (Nis besok Minggu Kliwon berangkat ke pesantren Mantrianom, lanjutkan sekolah di sana). Tidak ada embel-embel apapun. Bahkan semua keluarga seperti mendukung.

            Menjadi seorang santri?, dulu tak pernah terpikir sama sekali. Dan kini saya  menyandang gelar tersebut. Awal-awal tahun saya lalui dengan berat hati, beban pikiran, dan yang pasti tangisan. “Tidak betah”, kata pertama yang akan terlontarkan ketika ditanya oleh Mba Pengurus, “Kenapa nangis Dek?”.

            Memasuki semester ke dua, saya sudah mulai terbiasa dengan jadwal padat pesantren. Dimana pada pukul 20:00-22:00 adalah jadwal untuk belajar malam di ruangan-ruangan yang sudah ditentukan, guna mempelajari dan memusyawarohkan pelajaran yang besok akan dipelajari. Pada suatu malam ketika sedang berlangsung jam belajar, saya sedang menemani salah satu teman kelas memakan Pop Mie di kamar. Dan tepat pada waktu tersebut Ibu Nyai sedang berkeliling mengecek kegiatan pondok pesantren. Saya beserta teman saya ketahuan sedang makan Pop Mie dan tidak mengikutri kegiatan, seketika itu kami berdua di ta’zir (dihukum) di depan anak-anak yang tengah bermusyawarah. “Bacakan ayat kursi sekarang!”, perintah Ibu Nyai. Saya diam, saya bingung, dan saya tidak tahu apa itu ayat kursi. “Ayat Kursi urung apal kon sinau malah mangan. Pengin ilmu manfaat tho mba?, Wis ngesuk sampean nang makom yasinan apalke ayat kursi.”, (Ayat kursi belum hafal di suruh  belajar malah makan, Ingin ilmu bermanfaat kan Mba?. Sudah besok kamu ke makom yasinan dan hafalkan ayat kursi). Setelah kejadian tersebut saya jadi sering yasinan ke makom Abah Hasan, meskipun sedang tidak ta’ziran. Karena kala itu, mengikuti yasinan setiap pagi di makom adalah sunah untuk anak sekolah.

            Saya bersyukur atas kesempatan itu, percayalah  atas berjalannya waktu pasti akan menikmati dengan sendirinya apa yang ada di pesantren. Jangan pernah merasa paling susah, paling menderita ketika mendapati tugas-tugas sekolah. Karena orang tuamu tak pernah lelah mencari nafkah dan menggelar sajadah.

            Seberapa kamu semangat mengaji, mengabdi, pastikan kamu akan meraih impianmu. Wanita berkarir memang impian saya. Tapi saya tak pernah merasa santri setelah keluar pondok tidak bisa apa- apa. Banyak cerita dari alumni yang telah menjadi wanita karir. Setelah mereka mendapatkan ridho -Mu robi rukhi. Jangan pernah terbebani memiliki gelar santri. Berbanggalah ketika kamu mampu bertahan diantara tumpukan kesibukan, tugas, dan tanggung jawab untuk terjun melawan kekerasan hidup.

            Seberapa kamu ikhlas seberapa kamu sabar, semua akan kembali pada dirimu sendiri. Tancapkan dihati kecilmu bagaimana kamu bermanfaat.tak usah menggebu - gebu, nikmati penantian karena yang indah bukan tujuan tetapi juga perjalanan. (Annisa Rizqi)

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)