![]() |
Bulan Ramadhan selalu menjadi momen penuh berkah bagi umat Muslim,
termasuk santri Pondok Pesantren Tanbihul Ghofilin. Pada bulan yang penuh
kemuliaan ini, santri tidak hanya sekedar menjalankan ibadah puasa, namun juga
terdapat berbagai aktifitas yang bisa menjadi ladang pahala bagi para santri. Seperti
memperdalam ilmu agama melalui balagh Ramadhan, tadarus Al Qur’an dimana setiap
santri memiliki target minimal khatam membaca 30 juz secara mandiri, ngabuburit
sambil dzikir berjama’ah, bahkan tidurnyapun bisa menjadi ibadah. Asalkan dalam
menjalankan ibadah tentunya perlu disertai dengan adanya niat. Seperti
registrasi untuk mengklaim hadiah, niat juga harus dilakukan untuk mengklain
pahala ibadahnya.
Selain itu, KH. Hakim Annaisaburi Lc, juga menjelaskan dua fungsi
niat yang terdapat pada sebuah kitab klasik berjudul Al Asybah wan
nadzoir. Dua fungsi tersebut yaitu:
1.
Untuk membedakan antara Ibadah dan ‘adat (kebiasaan umum)
Contoh : Wudhu, mandi, dan
mencari ilmu.
Misalnya berwudhu dengan niat untuk thaharoh (bersuci) atau hanya sekedar mencuci muka, sama halnya dengan mandi untuk thaharoh atau untuk sekedar menyejukkan badan
bukan sebagai penghilang hadas. Begitu juga dengan mencari
ilmu harus disertai dengan niat menghilangkan kebodohan bukan sekedar mengikuti
pembelajaran saja.
2.
Untuk membedakan tingkatan ibadah yang satu dengan
ibadah yang lain
Contoh : Antara sholat sunnah atau qodo, antara puasa
sunnah atau qodo.
Maka
ada niat yang berbeda untuk setiap sholat yang berbeda
Tidak diwajibkan niat yang tidak ada keserupaan dengan ‘adat, ataupun tidak ada keserupaan dengan ibadah lain. Seperti contoh Iman kepada allah Swt, membaca al-Qur’an, menghilangkan najis dan keluar dari Sholat. Kemudian beliau juga sedikit menambahkan cerita bahwa dulu KH. Muhammad Hasan mengajarkan ketika selesai membaca salam saat Sholat sudah dihukumi niat keluar dari sholat. Jadi niat keluar dari sholat itu ketika selesai membaca salam, bukan ketika selesai menoleh salam kekanan ataupun kekiri.