Join Group Whatsapp Member

Komitmen Disiplin dan Integritas: Kisah Mustakim dalam Pelayanan Publik di Desa

afterpro
0

 

Mustakim: Pegawai Balai Desa yang Menginspirasi dengan Disiplin dan Dedikasi.


  Disiplin dalam bekerja adalah kunci dari pelayanan yang baik kepada masyarakat, terutama di tingkat pemerintahan desa. Namun, tidak dapat disangkal bahwa menjaga kedisiplinan waktu masih menjadi tantangan di banyak tempat. Salah satu sosok inspiratif, Mustakim, pegawai Balai Desa sekaligus walisantri di Pondok Pesantren Tanbihul Ghofilin, Mantrianom, membagikan cerita tentang komitmennya terhadap jam kerja dan tanggung jawabnya.


  Mustakim menjalankan tugasnya setiap hari mulai pukul 08.00 pagi hingga pukul 15.00 sore, termasuk di hari Jumat. Baginya, kedisiplinan bukan hanya soal menaati aturan, tetapi juga bentuk tanggung jawab atas amanah yang diemban sebagai pelayan masyarakat.


  "Sebagai pegawai desa, tugas utama saya adalah melayani masyarakat. Jika masyarakat datang ke kantor dan tidak menemukan petugas, tentu kepercayaan mereka kepada pelayanan publik akan berkurang. Maka, saya berusaha hadir hingga jam kerja berakhir," ungkap Mustakim.


  Ketika ditanya tentang motivasinya menjaga disiplin, Mustakim menegaskan bahwa hal ini berakar pada nilai-nilai yang diajarkan di pesantren pada kedua putrinya, bahwa jika menginginkan seorang anak yang alim di bidang agama maka orang tuanya pun juga harus ikut berusaha dalam memastikan rezeki yang didapat untuk uang saku anak adalah dari hasil kerja yang ikhlas dan terjaga dari kemungkinan-kemungkinan tercampurnya dengan rezeki yang kurang berkah.


  Selain itu, Mustakim juga mengingat pentingnya sumpah jabatan yang pernah diucapkannya. "Ketika diangkat menjadi pegawai, saya bersumpah di bawah Al-Qur'an untuk menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab. Itu bukan sekadar formalitas, melainkan janji kepada Tuhan, masyarakat, dan diri sendiri," tegasnya.


  Di sela-sela perbincangan, kami sempat membahas salah satu topik yang hingga saat ini masih menjadi “grundelan” kebanyakan anak muda terkait kendala yang dialami ketika sedang mengurus sesuatu di balaidesa bahkan sempat muncul sebuah slogan ringan yang berbunyi “jika bisa dipersulit,kenapa harus dipermudah”. Ini dikarenakan seringnya terjadi pelayanan-pelayanan di balaidesa yang terkesan ribet dan seringkali menggunakan perdes dan perkades untuk dijdikan sebuah dalih pembenaran untuk mendukung semakin ribetnya sebuah birokrasi.


  Dalam persoalan ini, Mustakim menjelaskan bahwa setiap desa memang memiliki Perdes dan Perkades yang disusun sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing. Peraturan ini, menurutnya, tidak dimaksudkan untuk menyulitkan masyarakat, melainkan untuk memastikan tata kelola pemerintahan desa berjalan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.


  "Prinsipnya, aturan di tingkat desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Jadi, jika ada Perdes atau Perkades, itu seharusnya mempermudah pelayanan, bukan sebaliknya," jelas Mustakim.


  Ia mengakui bahwa terkadang masyarakat merasakan perbedaan prosedur pelayanan antar desa, seperti dalam pengurusan dokumen kependudukan. Contohnya, ada desa yang mengharuskan pengantar dari RT/RW sebelum ke tingkat desa, sementara desa lain tidak memiliki tahapan tersebut. Menurut Mustakim, perbedaan ini wajar selama masih dalam koridor hukum dan disusun berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat.


  Namun, masalah timbul ketika ada oknum tertentu yang menggunakan Perdes atau Perkades sebagai tameng untuk menutupi kurangnya semangat melayani atau ketidakefisienan dalam bekerja. "Misalnya, jika ada oknum yang mengatakan, 'Ini aturan Perdes, jadi harus begini,' padahal sebenarnya itu hanya alasan untuk tidak menyelesaikan tugas dengan cepat, ini yang perlu kita cermati," tegasnya.


  Tips Menghadapi Masalah Oknum yang Menggunakan Perdes Sebagai Alasan

Mustakim memberikan beberapa saran praktis untuk masyarakat yang merasa dipersulit oleh pelayanan desa:

1. Memastikan Legalitas Peraturan

Perdes dan Perkades harus sesuai dengan aturan hukum yang lebih tinggi. Jika ada keraguan, masyarakat bisa meminta salinan resmi Perdes tersebut untuk diteliti lebih lanjut.

2. Menggunakan Hak untuk Bertanya

Jika merasa dipersulit, masyarakat berhak menanyakan alasan dan dasar hukum dari kebijakan atau prosedur yang dianggap rumit.

3. Melibatkan Pengawasan Eksternal

Jika pelayanan masih terhambat, masyarakat bisa melaporkan ke badan pengawas desa atau bahkan ke tingkat pemerintahan yang lebih tinggi, seperti kecamatan atau kabupaten.

4. Mendorong Transparansi

Pemerintah desa diharapkan mengadopsi pendekatan transparansi, seperti memanfaatkan website desa atau media sosial untuk menjelaskan prosedur pelayanan yang jelas dan mudah diakses masyarakat.

5. Meningkatkan Kesadaran Bersama

"Sebagai warga, kita juga harus aktif berpartisipasi dalam evaluasi pelayanan publik. Dengan kritik yang membangun, pemerintah desa akan lebih terbuka untuk memperbaiki sistemnya," tambah Mustakim.

 


  Melalui cerita dan dedikasi Mustakim, kita belajar bahwa pelayanan publik yang baik bukan hanya soal aturan, tetapi juga soal komitmen, integritas, dan semangat melayani. Mustakim percaya bahwa rezeki yang berkah adalah hasil dari kerja yang jujur dan penuh tanggung jawab, terutama untuk menjadi bekal terbaik bagi masa depan anak-anaknya yang menimba ilmu di pesantren. Dengan saling memahami dan bekerja sama antara masyarakat dan pemerintah desa, setiap tantangan dapat diatasi demi terciptanya pelayanan yang lebih transparan, adil, dan berkualitas. Semoga semangat seperti yang ditunjukkan Mustakim dapat menjadi inspirasi bagi kita semua untuk bekerja dengan penuh semangat integritas dan niat yang tulus.



Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)